Ringkasan Buku Perbandingan Mekanisme Penanganan Pelanggaran Kode Etik DKPP dan Komisi Yudisial
![]() |
Buku ini ditulis oleh Ali Sakduddin pada saat menjabat Asisten Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Jawa Timur. Dalam buku ini salah satu anggota Komisi Yudisial RI, saat ini menjabat Ketua Komisi Yudisial RI, Prof. Amzulian Rifai berkenan memberikan Sekapur Sirih. Buku ini membahas perbedaan hukum acara KY dan DKPP dalam menangani pelanggaran kode etik.
Lembaga penegak etika di negeri ini secara umum bersifat internal dan sebagian tidak independen secara kelembagaan. Ia melekat pada struktur organisasi yang diawasinya, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Namun seiring berjalannya waktu kebaradaan Lembaga penegak etik semakin dianggap penting dan terus mengalami perkembangan.
Pada organisasi pemerintah misalnya dikenal Majelis Kehormatan (MKD) DPR, yang berwenang mengawasi dan menyidangkan pelanggaran etika anggota DPR. Begitu juga dengan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK MK) yang dibentuk untuk memeriksa dugaan pelanggaran hakim Mahkamah Konstitusi. Sedangkan pada organisasi non pemerintah kita mengenal seperti Majelis Kehormatan Etik Dokter, yang memeriksa dugaan pelanggaran kode etik oleh dokter. Selain itu juga dikenal Dewan Kehormatan Advokat yang bertugas menegakkan kode etik bagi profesi advokat dan lain sebagainya.
Dari sebagian contoh lembaga yang berwenang mengawasi pelanggaran kode etik pada ranahnya masing-masing yang penulis sebut diatas, kesemuanya bersifat internal dan secara kelembagaan tidak independen. Bahkan beberapa lembaga yang berwenang memeriksa pelanggaran etika, bersifat adhoc. Ia terbentuk hanya ketika ada laporan atau ditemukan dugaan pelanggaran kode etik maupun perilaku.
Perkembangan jaman yang terus berjalan, maka muncul tuntutan adanya pembaharuan terhadap keberadaan lembaga penegak etik. Ia semakin dianggap penting dan perlu diperkuat. Dalam praktik di Indonesia pembaharuan dan penguatan lembaga pengawas etik terjadi di Komisi Yudisial Republik Indonesia dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Eksistensi kedua Lembaga tersebut keluar dari kebiasaan yang terjadi pada Lembaga penegak etik yang selama ini ada.
Eksistensi kelembagaan Komisi Yudisial dan DKPP bersifat eksternal. Struktur organisasinya tidak menjadi bagian dari Lembaga atau profesi yang diawasi. Ia secara kelembagaan bersifat mandiri begitu juga secara anggaran. Sehingga semakin kuat dalam menjalankan kewenangannya. Perkembangan ini mempersempit ruang subjektivitas dan suka dan tidak suka dalam menjalankan kewenangan.
Dalam perbandingan yang dilakukan penulis menemukan perbedaan yang cukup signifikan antara Komisi Yudisial dan DKPP dalam menjalankan kewenangannya. Perbedaan itu terutama dapat kita temui pada proses verifikasi laporan, pemeriksaan laporan, pengambilan keputusan dan yang paling mencolok adalah eksekusi putusan.

Maju terus
BalasHapus